BAB I
PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA.
A. Masa Masuk dan Perkembangan
Islam
Ada dua faktor utama yang menyebabkan Indonesia mudah di kenal oleh
Bangsa-Bangsa lain, khususnya oleh Bangsa-Bangsa di Timur Tengah dan Timur jauh
sejak dahulu kala, yaitu:
Faktor letak geografisnya yang
strategis. Indonesia berada di persimpangan jalan raya Internasional dari
jurusan Timur Tengah menuju Tiongkok[1].
melalui lautan dan jalan menuju Benua Amerika dan
Australia.
Faktor kesuburan tanahnya yang
menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup yang dibutuhkan oleh Bangsa-Bangsa
lain.misalnya: rempah-rempah.
Oleh karena itulah maka tidak mengherankan jika masuknya Islam di Indonesia ini
terjadi tidak terlalu jauh dari zaman kelahirannya.harus di bedakan antara
datangnya orang islam yang pertama di Indonesia.
Jika agama Islam dalam arti para pedagang Islam telah masuk di Tiongkok pada
zaman Khalifah Usman bin Affan, maka tidak mustahil ada perdagang Islam yang
mampir atau menetap di Indonesia sekitar zaman itu, mengingat letak Indonesia
di lalui oleh mereka yang ingin pergi ke Tiongkok. Lewat lautan. Tetapi ilmu
sejarah tidak cukup hanya berdasarkan perkiraan atau Hipotesa belaka. ilmu
sejarah memerlukan bukti-bukti Otentik tentang permulaan masuknya Islam di
Indonesia. sehimga sampai sekarang masih mengalami kesulitan-kesulitan
yang prinsip, antara lain:
Buku-buku sejarah Indonesia
banyak yang di tulis oleh orang-orang Belanda pada Zaman pemerintah Belanda
menjajah Indonesia. Ada dua macam keberatan terhadap buku-buku tersebut.
Pertama, penulisnya adalah orang-orang yang senag kepada Islam[2]
dan kepada bangsa Indonsia. Kedua, masa penyelidikannya sudah lama sehingga
sudah ketingalan waktu, yakni sudah ada bukti-bukti lain yang di kemukakan oleh
penulis Belanda. Namun demikian kita tidak boleh
Apriori menolak semua pendapat dari mereka.
Buku-buku
sejarah yang ada sering mengemukakan bukti berupa carita rakyat yang hidup dan
dipercayai oleh orang banyak sejak dahulu sampai sekarang. Ibarat Hadist Nabi Muhammad SAW yang nilainya Masyur atau Mutawatir dapat
dijadikan dalil atau bukti. Padahal di antara cerita rakyat yang sudah
Masyhur atau Mutawatir dapat dijadikan dalil atau bukti. Padahal di
antara cerita rakyat yang sudah Mashur itu kadang-kadang tidak dapat
dipertanggung jawabkan secarah Ilmiah.
B. Bukti-Bukti Masuknya Islam ke
Indonesia
Berdasarkan bukti-bukti yang
ditemukan di Indonesia, para ahli menafsirkan bahwa agama dan kebudayaan Islam
diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar abad ke-7M, yaitu pada masa kekuasaan
Kerajaan Sriwijaya.Pendapat lain membuktikan bahwa agama dan kebudayaan Islam
masuk ke wilayah Indonesia dibawa oleh para pedagang Islam dari Gujarat
(India). Hal ini dilihat dari penemuan unsur-unsur Islam di Indonesia yang
memiliki persamaan dengan India seperti batu nisan yang dibuat oleh orang-orang
Sumber-sumber berita itu di
antaranya sebagai berikut:
Berita Arab, berita ini diketahui melalui para
pedagang Arab yang telah melakukan aktifitasnya dalam bidang perdagangan dengan
bangsa Indonesia. Kegiatan para pedagang Arab di Kerajaan Sriwijaya dibuktikan
dengan adanya sebutan para pedagang Arab untuk Kerajaan Sriwijaya, yaitu Zabaq,
Zabay, atau Sribusa.
Berita Eropa, berita ini datangnya dari Marcopolo. Ia adalah orang Eropa yang
pertama kali menginjakkan kakinya di wilayah Indonesia, ketika ia kembali dari
Cina menuju Eropa melalui jalan laut. Ia mendapat tugas dari kaisar Cina untuk
mengantarkan putrinya yang dipersembahkan kepada kisar Romawi. Dalam
perjalanannya ia singgah di Sumatera bagian Utara. Di daerah ini ia telah
menemukan adanya kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Samudera dengan ibukotanya
Pasai.
Berita India, dalam berita ini disebutkan bahwa para pedagang India dari
Gujarat mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penyebaran agama dan
kebudayaan Islam di Indonesia. Karena di samping berdagang mereka aktif
mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada masyarakat yang dijumpainya,
terutama kepada masyarakat yang terletak di daerah pesisir pantai.
Berita Cina, berita ini berhasil diketahui melalui catatan dari Ma-Huan,
seorang penulis yang mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Ia menyataka
melalui tulisannya bahwa sejak kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar
Islam yang bertempat tinggal di pantai utara Pulau Jawa.
Sumber dalam negeri, sumber-sumber ini diperkuat dengan penemuan-penemuan
seperti:
Penemuan sebuah batu di Leran
(dekat Gresik). Batu bersirat itu menggunakan huruf dan bahasa Arab, yang
sebagian tulisannya telah rusak. Batu itu memuat keterangan tentang
meninggalnya seorang perempuan yang bernama Fatimah binti Ma’mun (1028).
Makam
Sultan Malikul Saleh di Sumatera Utara yang meninggal pada bulan Ramadhan tahun
676 M atau tahun 1297 M
Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim
di Gresik yang wafat tahun 1419. Jirat makam didatangkan dari Gujarat dan
berisi tulisan-tulisan Arab.
Saluran Penyebaran Islam
Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam di Indonesia atau proses
Islamisasi di Indonesia melalui beberapa cara atau saluran, yaitu:
·
Perdagangan
Sejak abad ke-7 M, para
pedagang Islam dari Arab, Persia, dan India telah ikut ambil bagian dalam
kegiatan perdagangan di Indonesia. Hal ini
menimbulkan jalinan hubungan perdagangan antara masyarakat dan para pedagang
Islam. Di samping berdagang, para pedagang Islam dapat menyampaikan dan
mengajarkan agama dan budaya Islam kepada orang lain termasuk masyarakat
Indonesia Politik
Setelah
tersosialisasinya agama Islam, maka kepentingan politik dilaksanakan melalui
perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti pula dengan penyebaran agama Islam. Contohnya, Sultan Demak mengirimkan pasukannya untuk menduduki wilayah Jawa
Barat dan memerintahkan untuk menyebarkan agama Islam. Pasukan itu dipimpin
oleh Fatahillah.
Tasawwuf Para ahli tasawwuf
hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu berusaha untuk menghayati kehidupan
masyarakatnya dan hidup bersama-sama di tengah-tengah masyarakatnya. Para ahli
tasawuf ini biasanya memiliki keahlian yang dapat membantu kehidupan
masyarakat, di antaranya ahli menyembuhkan penyakit dan lain-lain. Mereka juga
aktif menyebarkan dan mengajarkan agama Islam. Penyebaran agama Islam yang
mereka lakukan disesuaikan dengan kondisi, alam pikiran, dan budaya masyarakat
pada saat itu, sehingga ajaran-ajaran Islam dengan mudah dapat diterima oleh
masyarakat. Ahli tasawwuf yang memberikan ajaran agama Islam yang disesuaikan
dengan alam pikiran masyarakat setempat antara lain Hamzah Fansuri di Aceh dan
Sunan Panggung di Jawa
Dalam ajaran agama Islam tidak
dikenal adanya perbedaan golongan dalam masyarakat. Masyarakat mempunyai
kedudukan yang sama sebagai Hamba Allah. Walaupun demikian, ajaran agama Islam
kurang meresap di kalangan Istana, hal ini dibuktikan dengan masih adanya
praktek-praktek feodalisme khususnya di lingkungan keratin Jawa.
Agama Islam cocok dengan jiwa
pedagang. Dengan memeluk Islam maka hubungan di antara para pedagang semakin
bertambah erat, sesuai dengan ajaran Islam yang menyatakan bahwa setiap orang
itu bersaudara.
Sifat bangsa Indonesia yang
ramah tamah memberi peluang untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain. Dengan
pendekatan yang tepat, maka bangsa Indonesia dengan mudah dapat menerima ajaran
agama Islam.
Islam
dikembangkan dengan cara damai. Pendekatan secara damai akan lebih berhasil
dibandingkan secara paksa dan kekerasan.
Beberapa faktor yang mempermudah perkembangan Islam di Indonesia antara
lain sebagai berikut.
·
WaliSongo
Para wali yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia dikenal dengan sebutan Wali Songo. Para wali itu adalah sebagai berikut:
Para wali yang berjasa dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia dikenal dengan sebutan Wali Songo. Para wali itu adalah sebagai berikut:
- Maulana Malik Ibrahim yang kabarnya berasal dari Persia dan kemudian berkedudukan di Gresik.
- Sunan Ngampel yang semula bernama Raden Rakhmat berkedudukan di Ngampel (Ampel), dekat Surabaya.
- Sunan Bonang yang semula bernama Makdum Ibrahim, putra Raden Rakhmat dan berkedudukan di Bonang, dekat Tuban.
- Sunan Drajat yang semula bernama Masih Munat juga putra Raden Rakhmat yang berkedudukan di Drajat dekat Sedayu (Surabaya).
- Sunan Giri yang semula bernama Raden Paku, murid Sunan Ngampel berkedudukan di bukit Giri Gresik
- Sunan Muria yang berkedudukan di Gunung Muria di daerah Kudus.
- Sunan Kudus yang semula bernama Udung berkedudukan di Kudus.
- Sunan Kalijaga yang semula bernama Joko Said berkedudukan di Kadilangu dekat Demak.
- Sunan Gunung Jati yang semula bernama Fatahillah atau Faletehan yang berasal dari Samudera Pasai. Ia dapat merebut Sunda Kelapa Banten dan kemudian menetap di Gunung Jati dekat Cirebon.[3]
- Kebijakan Pemerintahan Belanda dan Jepang Dalam Pendidikan Islam.
a. Masa Penjajahan
Belanda.
Penaklukan bangsa barat atas bangsa timur di mulai dengan jalan perdagangan,
kemudian dengan kekuatan militer.selama zaman penjajahan barat itu berjalanlah
di Indonesia.begitu pula di bidang pendidikan, mereka memperkenalkan sistem dan
metode baru tetapi sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu
kepentingan mereka dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika mereka harus
mendatankan tenaga dari barat.[4]
Pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua)
periode besar, yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan
masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie). Pada masa VOC, yang
merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia
dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial
Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai
berikut:
·
PendidikanDasar
Berdasar peraturan tahun 1778, dibagi kedalam 3 kelas berdasar rankingnya. Kelas 1 (tertinggi) diberi pelajaran membaca, menulis, agama, menyanyi dan berhitung. Kelas 2 mata pelajarannya tidak termasuk berhitung. Sedangkan kelas 3 (terendah) materi pelajaran fokus pada alphabet dan mengeja kata-kata[1]. Proses kenaikan kelas tidak jelas disebutkan, hanya didasarkan pada kemampuan secara individual. Pendidikan dasar ini berupaya untuk mendidik para murid-muridnya dengan budi pekerti. Contoh pendidikan dasar ini antara lain Batavische school (Sekolah Betawi, berdiri tahun 1622); Burgerschool (Sekolah Warga-negara, berdiri tahun 1630); Dll.
Berdasar peraturan tahun 1778, dibagi kedalam 3 kelas berdasar rankingnya. Kelas 1 (tertinggi) diberi pelajaran membaca, menulis, agama, menyanyi dan berhitung. Kelas 2 mata pelajarannya tidak termasuk berhitung. Sedangkan kelas 3 (terendah) materi pelajaran fokus pada alphabet dan mengeja kata-kata[1]. Proses kenaikan kelas tidak jelas disebutkan, hanya didasarkan pada kemampuan secara individual. Pendidikan dasar ini berupaya untuk mendidik para murid-muridnya dengan budi pekerti. Contoh pendidikan dasar ini antara lain Batavische school (Sekolah Betawi, berdiri tahun 1622); Burgerschool (Sekolah Warga-negara, berdiri tahun 1630); Dll.
Sekolah Latin. Diawali dengan
sistem numpang-tinggal (in de kost) di rumah pendeta tahun 1642. Sesuai
namanya, selain bahasa Belanda dan materi agama, mata pelajaran utamanya adalah
bahasa Latin. Setelah mengalami buka-tutup, akhirnya sekolah ini secara
permanent ditutup tahun 1670.
Seminarium Theologicum
(Sekolah Seminari).Sekolah untuk mendidik calon-calon pendeta, yang didirikan
pertama kali oleh Gubernur Jenderal van Imhoff tahun 1745 di Jakarta. Sekolah
dibagi menjadi 4 kelas secara berjenjang. Kelas 1 belajar membaca, menulis,
bahasa Belanda, Melayu dan Portugis serta materi dasar-dasar agama. Kelas 2
pelajarannya ditambah bahasa Latin. Kelas 3 ditambah materi bahasa Yunani dan
Yahudi, filsafat, sejarah, arkeologi dan lainnya. Untuk kelas 4 materinya
pendalaman yang diasuh langsung oleh kepala sekolahnya. Sistem pendidikannya
asrama dengan durasi studi 5,5 jam sehari dan Sekolah inihanya bertahan selama
10 tahun.
Academieder Marine (Akademi Pelayanan)
Berdiri tahun
1743, dimaksudkan untuk mendidik calon perwira pelayaran dengan lama studi 6
tahun. Materi pelajarannya meliputi matematika, bahasa Latin, bahasa ketimuran
(Melayu, Malabar dan Persia), navigasi, menulis, menggambar, agama, keterampilan naik kuda, anggar, dan dansa. Tetapi iapun
akhirnya ditutup tahun 1755.
SekolahCina
1737 didirikan untuk keturunan Cina yang miskin, tetapi sempat vakum karena peristiwa de Chineezenmoord (pembunuhan Cina) tahun 1740. selanjutnya, sekolah ini berdiri kembali secara swadaya dari masyarakat keturunan Cina sekitar tahun 1753 dan 1787 Pendidikan Islam
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi atau mengaturnya.
1737 didirikan untuk keturunan Cina yang miskin, tetapi sempat vakum karena peristiwa de Chineezenmoord (pembunuhan Cina) tahun 1740. selanjutnya, sekolah ini berdiri kembali secara swadaya dari masyarakat keturunan Cina sekitar tahun 1753 dan 1787 Pendidikan Islam
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi atau mengaturnya.
Pada akhir abad ke-18, setelah
VOC mengalami kebangkrutan, kekuasaan Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada
pemerintah kerajaan Belanda langsung. Pada masa ini, pendidikan mulai
memperoleh perhatian relatif maju dari sebelumnya.[5]
b. Masa Penjajahan Jepang
Jepang menjajah Indonesia setelah mengusir pemerintah hindia belanda dalam
perang dunia ke 11. mereka menguasai Indonesia pada tahun 1942, dengan membawa
semboyan.
Untuk mendekati umat islam Indonesia mereka menempuh kebijakan antara lain:
- Kantor urusan agama yanag pada zaman belanda.
- Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan orang jepang.
- Sekolah negri di beri pelajara budi pekerti.
Di samping itu pemerintah
jepang mengizinkan pembentukan barisan hisbullah. Pemerintah jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi islam di
Jakarta. Para ulama islam bekerja sama
dengan pemimpin-pemimpin nasionalis. Umat islam diizinkan meneruskan organisasi
persatuan yang di sebut (MIAI).[6]
C. Berbagai Kebijakan Pemerintah RI
Dalam Bidang Pendidikan Islam
Setelah Indonesia merdeka, musuh-musuh Indonesia tidak tinggal diam, bahkan
berusaha menjajah kembali. Pada bulan Oktober 1945 para ulama di Jawa
memproklamasikan perang jihad fi sabililllah terhadap Belanda atau sekutu.
Fatwa ini memberikan kepastian hukum terhadap perjuangan umat Islam. Pahlawan
perang barat dikategorokan sebagai syahid. Isi fatwa
tersebut adalah sebagai berikut:
- Kemerdekaan Indonesia wajib dipertahankan.
- Pemerintah RI adalah satu-satunya yang sah dan wajib dibela dan diselamatkan.
- Musuh-musuh RI pasti akan menjajah kembali bangsa Indonesia. Karena itu kita wajib mengangkat senjata menghadapi mereka.
- Kewajiban-kewajiban tersebut di atas adalah jihad fi sabilillah.[7]
Ditinjau dari segi pendidikan rakyat, maka fatwa ulama tersebut sangat
besar sekali artinya. Fatwa tersebut memberikan faedah bahwa para ulama dan
santri-santri dapat mempraktekkan dan mengaplikasikan ajaran jihad fi
sabilillah yang sudah dikaji dan dipelajari selama bertahun-tahun dalam
kitab-kitab Fiqh di pesantren-pesantren dan madrasah. Sehingga ajaran-ajaran
tersebut tidak hanya menjadi materi kajian-kajian ilmiah para ulama dan santri
di Indonesia. Dan dengan keluarnya fatwa ini, secara otomatis mempengaruhi
kurikulum yang diajarkan di pesantren-pesantren.
Pesantren yang awalnya hanya
mengajarkan Islam melalui pengajian kitab-kitab kuning, dengan keluarnya fatwa
tersebut mereka mulai menambahkan pelajaran ekstrakurikuler berupa seni bela
diri atau hal-hal lain yang berkaitan dengan bela negara. Dan dapat dipastikan
banyak dari pesantren-pesantren yang mengirimkan santri-santrinya untuk turut
serta dalam mempertahankan negara secara langsung di medan perang.
Di tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah RI tetap membina pendidikan
pada umumnya dan pendidikan agama pada khususnya. Pembinaan pendidikan agama
itu secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan
Departemen P dan K. Oleh karena itu, maka dikeluarkanlah peraturan-peraturan
bersama antara kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di
sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta. Adapun pendidikan agama di
sekolah agama ditangani oleh Departemen Agama sendiri.
Pendidikan agama Islam untuk umum mulai diatur secara resmi oleh pemerintah
pada bulan Desember 1946. sebelum itu pendidikan agama sebagai ganti pendidikan
budi pekerti yang sudah ada sejak zaman Jepang, berjalan sendiri-sendiri di
masing-masing daerah. Pada bulan tersebut dikeluarkanlah peraturan bersama dua
menteri yaitu Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Pengajaran yang
menetapkan bahwa pendidikan agama dimulai pada kelas IV SR (Sekolah
Rakyat) sampai kelas VI. Pada masa itu keadaan keamanan Indonesia belum mantap,
sehingga SKB dua menteri tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya.
Daerah-daerah di luar Jawa masih banyak yang memberikan pendidikan agama sejak
kelas I SR. Pemerintah membentuk Majlis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam
pada tahun 1947 yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara dari Departemen P dan K
dan Prof. Drs. Abdullah Sigit dari departemen Agama. Tugasnya adalah ikut
mengatur pelaksanaan dan materi pengajaran pengajaran agama yang diberikan di
sekolah umum.
Pada tahun 1950 di mana kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh
Indonesia, maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia makin
disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin Prof. Mahmud
Yunus dari Departemen Agama dan Mr. Hadi dari Departemen P dan K, hasil dari
panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951, Nomor:
1432/Kab. Tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), Nomor K 1/652 tanggal 20
Januari 1951 (Agama), yang isinya adalah:
D. Pendidikan
agama mulai diberikan di kelas IV Sekolah Rakyat.
Di
daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat, maka pendidikan agama mulai
diberikan pada kelas I SR, dengan catatan bahwa pengetahuan umumnya tidak
berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya dimulai
pada kelas IV SR.
Di sekolah lanjutan pertama atau
tingkat atas, pendidikan agama diberikan sebanyak dua jam dalam seminggu.
Pendidikan
agama diberikan pada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan
mendapat izin dari orang tua atau wali.
Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama,
dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.
Untuk menyempurnakan kurikulumnya, maka dibentuk panitia yang dipimpin oleh KH.
Imam Zarkasyi dar Pindok Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh
Menteri Agama pada tahun 1952. Dalam sidang pleno MPRS, pada bulan Desember
1960 diputuskan sebagai berikut: “Melaksanakan Manipol Usdek di bidang mental,
agama, dan kebudayaan dengan syarat spiritual dan material agar setiap warga
negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan kebangsaan Indonesia serta
menolak pengaruh-pengaruh buruk budaya asing (Bab II, Pasal II:
Dalam ayat 3 dari pasal
tersebut dinyatakan bahwa: “Pendidikan agama menjadi mata pelajaran di
sekolah-sekolah umum, mulai dari sekolah rendah sampai universitas. Dengan pengertian bahwa murid berhak ikut serta dalam pendidikan agama jika
wali murid/ murid dewasa tidak menyatakan keberatannya”.[8]
Pada tahun 1966, MPRS melakukan sidang, suasana pada waktu itu adalah
membersihkan sisa-sisa mental G-30 S/ PKI. Dalam keputusannya di bidang
pendidikan agama telah mengalami kemajuan yaitu dengan menghilangkan kalimat
terakhir dari keputusan yang terdahulu. Denan demikian maka sejak tahun 1966
pendidikan agama menjadi hak wajib para siswa mulai dari Sekolah Dasar sampai
Perguruan Tinggi Umum Negeri di seluruh Indonesia.
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Berdasarkan bukti-bukti yang
ditemukan di Indonesia, para ahli menafsirkan bahwa agama dan kebudayaan Islam
diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar abadke-7M, yaitu pada masa kekuasaan
Kerajaan Sriwijaya.Pendapat lain membuktikan bahwa agama dan kebudayaan Islam
masuk ke wilayah Indonesia dibawa oleh para pedagang Islam dari Gujarat
(India). Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan
Islam di Indonesia atau proses Islamisasi di Indonesia melalui beberapa cara
atau saluran, yaitu perdagangan, politik, dan tassawuf. Pendidikan untuk
komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga yang secara
tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke
Indonesia.
Pendidikan selama penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua)
periode besar, yaitu pada masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan
masa pemerintah Hindia Belanda (Nederlands Indie). Pada masa VOC, yang
merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia
dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial.
Pada tahun 1950 di mana kedaulatan Indonesia telah pulih untuk seluruh
Indonesia, maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah Indonesia makin
disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama.
DAFTAR
PUSTAKA
Mukti ali,
Seminar Seajrah Masuknya Islam Ke Indonesia, Medan: 1963. hal 43
Saifudin
Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangan di Indonesia,
Hal 81
Zuhairina, Dkk, Sejarah Pendidikan Islam.(Jakarta:Bumi Aksara 1997)
Hal 147
Zaifuddin zuhri, Op. Cit.hal 87
Tidak ada komentar:
Posting Komentar